Ini adalah salah satu kisah dari Kerajaan Mataram. Saat hampir semua wilayah di Jawa berada dalam kekuasaan Mataram dengan Sultan Agung sebagai rajanya, bagaikan duri dalam daging, Batavia menjadi ganjalan Mataram untuk menaklukkan Banten, karena Batavia tidak bersedia berkoalisi dengan Mataram untuk menaklukkan Banten.
Saat Sultan Agung disibukkan dengan urusan
Di Batavia pun Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen dihadapkan dengan masalah yang menyangkut harga dirinya. Sara (Saartje) Specx yang dititipkan kepada Coen oleh Ayahnya, Jacques Specx yang sedang melakukan perjalan ke Patria, melakukan tindakan yang melanggar peraturan moral yang baru saja diterapkan di Batavia. Saartje Specx tertangkap basah sedang berduaan dengan Pieter Van Koertenhoef, seorang Perwira Muda VOC. Saartje dan Pieter kemudian di sidang di hadapan Dewan Hakim dan Dewan Gereja. Di persidangan, Pieter dijatuhi hukuman penggal, dan Saartje dijatuhi hukuman cambuk seratus kali, yang eksekusinya berlangsung satu tahun kemudian.
Setelah kegagalan pada serangan pertama di tahun 1628, Mataram berusaha melakukan serangan kedua pada tahun berikutnya, 1629. Penyerangan kali ini dipersiapkan lebih matang. Dikirimlah Tumenggung Singaranu, Pangeran Purbaya, Adipati Puger, Adipati Jumenah dan Tumenggung Madiun, Walau dipersiapkan lebih matang, serangan kali ini juga gagal, padahal Batavia saat itu sedang terkena Wabah disentri yang pada tanggal 21 September 1629 merenggut nyawa Sang Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen. Saat pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Singaranu kalah dan terpukul mundur, rupanya Adipati Ukur memanfaatkannya untuk kabur dan meninggalkan medan perang bersama anak buahnya menuju Banten, walau akhirnya tertangkap dan di eksekusi oleh Sultan Agung.
Tiga hari sebelum meninggal dunia, Jan Pieterzoon Coen sempat menyaksikan eksekusi pemenggalan Pieter Van Koertenhoef dan Saartje Specx. Beberapa hari setelah meninggalnya Jan Pieterzoon Coen, ayah Saartje Specx, Jacques Specx, pulang dan menggantikan posisi Jan Pieterzoon Coen dengan lebih disiplin. Hingga dapat memukul mundur pasukan Mataram pimpinan Tumenggung Singaranu yang sudah terpecah belah.
Rizki Pradana
25 Juli 2007
00.36
2 comments:
Dari sumber yg saya baca: Bahureksa memang meninggal dalam pertempuran di hutan luar Batavia; namun Mandurareja dan Upasanta adalah mati karena dihukum atas kegagalannya. Demikian menurut buku Sejarah Nasional Indonesia III.
Semoga berkenan atas tanggapan saya ini, karena kita semua saya kira ingin mencari kebenarannya.
:)
BTW, saya sangat bersyukur dan berterima kasih saat searching lewat search-engine dgn keyword 'Batavia 1628' dapat menemukan posting dan blog ini. Posting ini sangat bermanfaat bagi saya yg berminat untuk menelusuri jejak2 Mataram dalam tahun2 sekitar itu. Dapatkah menyebutkan sumbernya juga sumber2 lain yg terkait?
Post a Comment